Kamis, 19 November 2009
Kamis, 12 November 2009
Mengendalikan Emosi
Dalam blog ini saya akan menulis tentang bagaimana cara mengendalikan emosi. Sebelum saya masuk kedalam pokok permasalahan, saya akn menjelaskan pengertian dari emosi. Emosi adalah keadaan fisiologis seseorang yang berhubungan dengan perasaan, pikiran dan prilaku. emosi sering dikaitkan dengan seseorang yang pemarah.
Emosi dan perassan akan bergolak dikarenakan dua hal, yaitu kegembiraan yang memuncak dan musibah yang berat. Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku melarang dua macam ucapan yang bodoh lagi tercela: keluhan tatkala mendapat nikmat dan umpatan tatkala mendapat musibah". Dan Allah berfirman,
{(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.} (QS. Al-Hadid:23)
Maka dari itulah, Rasulallah bersabda, "Sesungguhnya kesabaran itu ada pada benturan yang pertama".
Barang siapa yang mampu menguasai perasaannya dalam setiap peristiwa, baik yang memilukan dan juga menggembirakan, maka dialah orang yang sejatinya memiliki kekukuhan iman dan keteguhan keyakinan. Karena itu pula, ia akan memperolah kebahagiaan dan kenikmataan dikarenakaan keberhasilannya menghalalkan nafsu. Allah s.w.t menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang sering bergembira dan berbangga diri. Namun, menurut Allah, ketika ditimpa kesusahan manusia mudah berkeluh kesah, dan ketika mendapat kebaikan manusia sangat kikir. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya. Itu karena merekalah orang-orang yang mampu berdiri seimbang di antara gelombang kesedihan yang keras dengan dan luapan kegembiraan yang tinggi. Dan mereka itulah yang akan senantiasa bersyukur tatkala mendapat kesenangan dan bersabar tatkala berada dalam kesusahan.
Emosi yang tak terkendali hanya akan melelahkan, menyakitkan, dan meresahkan diri sendiri. Sebab, ketika marah, misalnya, maka kemarahannya akan meluap dan sulit dikendalikan. Dan itu akan membuat seluruh tubuhnya gemetar, mudah memaki siapa saja, seluruh isi hatinya tertumpah ruah, nafasnya tersengal-sengal, dan ia akan cenderung bertindak sekehendak nafsunya. Adapun saat mengalami kegembiraan, ia menikmatinya secara berlebihan, mudah lupa diri, dan tak ingat lagi siapa dirinya.
Begitulah manusia, ketika tidak menyukai seseorang, ia cenderung menghardik dan mencelanya. Akibatnya, seluruh kebaikan orang yang tidak ia sukai itu tampak lenyap begitu saja. Demikian pula ketika menyukai orang lain, maka orang itu akan terus ia puja dan sanjung setinggi-tingginya seolah-olah tak ada cacatnya. Dalam sebuah hadist dikatakan:"cintailah orang yang engkau cintai sewajarnya, karena siapa tahu ia akan menjadi musuhmu di lain waktu, dan bencilah musuhmu itu sewajarnya, karena siapa tahu ia akan menjadi sahabatmu di lain waktu".
Dalam sebuah hadist Rasulallah bersabda, "Ya Allah saya minta pada-Mu keadilan pada saat marah dan lapang dada".
Barang siapa yang mampu menguasai emosinya, mengendalikan akalnya dan menimbang segalanya dengan benar, maka ia akan melihat kebenaran, akan tahu jalan yang lurus dan akan menemukan hakekat.
{Sesungguhnya, Kami telah mengutus rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanankan keadilan.} (QS. Al-Hadid:25)
Islam mengajarkan keseimbangan norma, budi pekerti, dan prilaku sebagaimana ia mengajarkan manhaj yang lurus, syariat yang diridhai, dan agama yang suci.
{Dan, demikianlah (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan.} (QS. Al-Baqarah:143)
Keadilaan merupakan tuntutan yang ideal sebagaimana ia dibutuhkan dalam penerapan hukum. Itu terjadi, karena pada dasarnya Islam dibangun di atas pondasi kebenaran dan keadilan. Yakni, benar dalam memberitakan berita-berita Ilahi dan adil dalam menetapkan hukum, mengucapkan perkataan, melakukan tindakan dan berbudi pekerti. Dan,
{Telah sempurnalah kalimat Rabb-mu (al-Qur'an) sebagai kalimat yang benar dan adil.} (QS. Al-An'am:115)
Demikian penulisan pada blog saya mengenai mengendalikan emosi, yang di ambil dari buku "La Tahzan".
Emosi dan perassan akan bergolak dikarenakan dua hal, yaitu kegembiraan yang memuncak dan musibah yang berat. Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku melarang dua macam ucapan yang bodoh lagi tercela: keluhan tatkala mendapat nikmat dan umpatan tatkala mendapat musibah". Dan Allah berfirman,
{(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.} (QS. Al-Hadid:23)
Maka dari itulah, Rasulallah bersabda, "Sesungguhnya kesabaran itu ada pada benturan yang pertama".
Barang siapa yang mampu menguasai perasaannya dalam setiap peristiwa, baik yang memilukan dan juga menggembirakan, maka dialah orang yang sejatinya memiliki kekukuhan iman dan keteguhan keyakinan. Karena itu pula, ia akan memperolah kebahagiaan dan kenikmataan dikarenakaan keberhasilannya menghalalkan nafsu. Allah s.w.t menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang sering bergembira dan berbangga diri. Namun, menurut Allah, ketika ditimpa kesusahan manusia mudah berkeluh kesah, dan ketika mendapat kebaikan manusia sangat kikir. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya. Itu karena merekalah orang-orang yang mampu berdiri seimbang di antara gelombang kesedihan yang keras dengan dan luapan kegembiraan yang tinggi. Dan mereka itulah yang akan senantiasa bersyukur tatkala mendapat kesenangan dan bersabar tatkala berada dalam kesusahan.
Emosi yang tak terkendali hanya akan melelahkan, menyakitkan, dan meresahkan diri sendiri. Sebab, ketika marah, misalnya, maka kemarahannya akan meluap dan sulit dikendalikan. Dan itu akan membuat seluruh tubuhnya gemetar, mudah memaki siapa saja, seluruh isi hatinya tertumpah ruah, nafasnya tersengal-sengal, dan ia akan cenderung bertindak sekehendak nafsunya. Adapun saat mengalami kegembiraan, ia menikmatinya secara berlebihan, mudah lupa diri, dan tak ingat lagi siapa dirinya.
Begitulah manusia, ketika tidak menyukai seseorang, ia cenderung menghardik dan mencelanya. Akibatnya, seluruh kebaikan orang yang tidak ia sukai itu tampak lenyap begitu saja. Demikian pula ketika menyukai orang lain, maka orang itu akan terus ia puja dan sanjung setinggi-tingginya seolah-olah tak ada cacatnya. Dalam sebuah hadist dikatakan:"cintailah orang yang engkau cintai sewajarnya, karena siapa tahu ia akan menjadi musuhmu di lain waktu, dan bencilah musuhmu itu sewajarnya, karena siapa tahu ia akan menjadi sahabatmu di lain waktu".
Dalam sebuah hadist Rasulallah bersabda, "Ya Allah saya minta pada-Mu keadilan pada saat marah dan lapang dada".
Barang siapa yang mampu menguasai emosinya, mengendalikan akalnya dan menimbang segalanya dengan benar, maka ia akan melihat kebenaran, akan tahu jalan yang lurus dan akan menemukan hakekat.
{Sesungguhnya, Kami telah mengutus rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanankan keadilan.} (QS. Al-Hadid:25)
Islam mengajarkan keseimbangan norma, budi pekerti, dan prilaku sebagaimana ia mengajarkan manhaj yang lurus, syariat yang diridhai, dan agama yang suci.
{Dan, demikianlah (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan.} (QS. Al-Baqarah:143)
Keadilaan merupakan tuntutan yang ideal sebagaimana ia dibutuhkan dalam penerapan hukum. Itu terjadi, karena pada dasarnya Islam dibangun di atas pondasi kebenaran dan keadilan. Yakni, benar dalam memberitakan berita-berita Ilahi dan adil dalam menetapkan hukum, mengucapkan perkataan, melakukan tindakan dan berbudi pekerti. Dan,
{Telah sempurnalah kalimat Rabb-mu (al-Qur'an) sebagai kalimat yang benar dan adil.} (QS. Al-An'am:115)
Demikian penulisan pada blog saya mengenai mengendalikan emosi, yang di ambil dari buku "La Tahzan".
Langganan:
Postingan (Atom)